Stop Kriminalisasi : Seribu Lebih Notaris dan PPAT Demo ke Istana dan MA



JAKARTA (Pos Kota) – Lebih dari seribu orang Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang tergabung dalam Forum Solidaritas Notaris & PPAT Seluruh Indonesia mendatangi Istana Merdeka dan Gedung Mahkamah Agung (MA). Mereka menuntut penegakan keadilan dan dihentikannya kriminalisasi terhadap Notaris dan PPAT.
Aksi solidaritas para pejabat umum tersebut merupakan yang pertama kali dalam sejarah
keberadaan Notaris dan PPAT di tanah air. Aksi ini dipicu adanya kriminalisasi terhadap seorang Notaris dan PPAT di Papua, Theresia Ponto, yang dipolisikan, bahkan dijebloskan ke penjara walau dalam kondisi sakit keras, terkait proses pembuatan akta jual beli tanah di sana. Padahal Theresia telah menjalankan tugasnya sesuai aturan.
Namun siapakah sesungguhnya tokoh yang peduli atas aksi solideritas ini? Dialah Syafran Sofyan dimulai dari mengurus ijin ke Mabes Polri guna mengantisipasi pembubaran aksi, melakukan kordinasi dengan istana dan Mahkamah Agung sehingga dapat diterima oleh keduanya. Namun yang terpenting perhatiannya adalah pada peserta aksi itu sendiri, Syafranlah yang aktif memantau peserta aksi guna menghindari hal-hal yang tidak diinginkan seperti tertabrak atau cedera.
“Aksi ini bertujuan agar tidak terjadi kasus serupa terhadap Notaris dan PPAT, yaitu mengkriminalisasi dan mendiskriminasi rekan-rekan Notaris dan PPAT. Rekan kami, Theresia telah ditahan selama 96 hari tanpa kesalahan yang jelas,”ujar Safran Sofyan, Ketua Forum Solidaritas Notaris dan PPAT Seluruh Indonesia, Kamis (30/10).
Aksi lebih dari seribu orang Notaris dan PPAT itu diawali di Bunderan Hotel Indonesia, yang dilanjutkan longmarch ke Istana Merdeka, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat. Aksi damai yang berjalan tertib itu diikuti para Notaris dan PPAT dari seluruh Indonesia. Sesampainya di istana, Safran Sofyan menyampaikan petisi ke Presiden Jokowi, dan diterima staf di Sekretariat Negara karena Presiden Jokowi sedang tidak ada di istana.
Selain orasi, aksi tersebut juga diwarnai pengumpulan tanda tangan simpatik dari para peserta aksi, serta digelarkan ratusan poster dan puluhan spanduk yang berisi penolakan terhadap kriminalisasi terhadap Notaris dan PPAT, serta penegakan keadilan. Ratusan peserta aksi, terutama yang dari Papua, Sulawesi Utara, Tangerang, Sukabumi, Bekasi serta sejumlah daerah lainnya, menggunakan kaos warna dengan tulisan “Stop Kriminalisasi Notaris/PPAT”.
RASA KEADILAN
Kasus yang menimpa Theresia bermula adanya rencana jual beli tanah. Calon penjual dan pembeli mendatangi Kantor Notaris/PPAT Theresia Ponto. Namun, belakangan penjual membatalkan transaksi itu, dan mengalihkan penjual tersebut ke pihak lain. Calon pembeli itu kemudian melaporkan Theresia Ponto ke pihak kepolisian yang kemudian menahannya.
Aksi damai dari para Notaris dan PPAT itu berlanjut ke Gedung MA. Sambil menggelar spanduk dan poster, para peserta aksi melakukan duduk-duduk di depan gedung MA dan di jalur hijau. Mereka menunggu petisinya diterima Ketua MA.
Menurut Syafran, penahanan terhadap Theresia jauh dari rasa keadilan. Pasalnya saat dijemput paksa oleh penyidik Theresia dalam keadaan sakit, dan ada surat keterangan sakit dari dokter.
“Theresia sudah ditahan selama 97 hari. Meskipun masih dalam keadaan sakit dan diopname karena sakit infeksi empedu, maag kronis. Status Theresia masih masih menjadi tahanan di Pengadilan Negeri,”tandas Safran dalam keterangannya kepada wartawan, seusai menyampaikan petisi dan diterima Sekretaris Panitera MA, Suroso.
Selain di Jakarta, aksi serupa juga berlangsung di kota-kota lain di Indonesia, diantaranya di Manado, Sulawesi Utara dan Yogyakarta.
(bambang/sir)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar